ILMU DASAR KEPERAWATAN I
TRAKSI
Oleh
RISA SUKMA
BP : 1411316013
PROGRAM B
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2014/2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Beberapa tulang, misalnya femur mempunyai kekuatan otot yang kuat
sehingga reposisi tidak dapat dilakukan sekaligus. Traksi adalah pemasangan
gaya tarikan ke bagan tubuh. Traksi digunakan untuk meminimalkan spasme otot,
untuk mereduksi, menyejajarkan, mengimobilisasi fraktur, mengurangi deformitas,
dan untuk menambah ruangan di antara kedua permukaan patahan tulang. Untuk itu,
traksi diperlukan untuk reposis dan imobilisasi pada tulang panjang.
Traksi digunakan untuk menahan kerangka pada posisi sebenarnya,
penyembuhan, mengurangi nyeri, mengurangi kelainan bentuk atau perubahan
bentuk.Penangan nyeri dan pencegahan komplikasi adalah dua kunci tugas perawat
dalam perawatan traksi. Komplikasi yang terjadi berhubungan dengan penggunaan
traksi dan pembatasan gerak, jika klien obesitas, cachetic, tua, anak muda, diabetes, dan perokok (Altman , 1999).
Kadang traksi harus dipasang dengan arah yang lebih dari satu untuk
mendapatkan garis tarikan yang diinginkan. Efek traksi yang dipasang harus
dievaluasi dengan sinar-X, dan mungkin diperlukan penyesuaian. Indikasi traksi
adalah pada pasien fraktur dan atau dislokasi. Bila otot dan jaringan lunak
sudah rileks, berat yang digunakan harus diganti untuk memperoleh gaya tarikan
yang diinginkan.
1.2 Perumusan Masalah
1.
Apa yang
dimaksud dengan Traksi?
2.
Apa Keuntungan dan kerugian Traksi?
3.
Apa saja indikasi traksi?
4. Apa Tujuan dari Traksi?
5.
Bagaimana prinsip-prinsip yang benar pada pemasangan Traksi efektif?
6. Apa
Konsekuensi pemasangan traksi?
7. Apa saja jenis dari traksi?
1.3 Tujuan
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui traksi
secara umum
b. Tujuan Khusus
1.
Untuk mengetahui pengertian dari Traksi.
2.
Untuk mengetahui Keuntungan dan kerugian traksi.
3.
Untuk mengetahui indikasi traksi.
4.
Untuk mengetahui Tujuan dari Traksi.
5.
prinsip-prinsip yang benar pada pemasangan Traksi efektif.
6.
Konsekuensi pemasangan traksi.
7. Untuk mengetahui jenis-jenis traksi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Traksi
adalah penggunaan kekuatan penarikan pada bagian tubuh. Ini dicapai dengan
memberi beban yang cukup untuk mengatasi penarikan otot.
Traksi
adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk menangani kerusakan
ataugangguan pada tulang dan otot.
Traksi adalah pemasangan gaya
tarikan ke bagian tubuh. Traksi digunakan untuk meminimalkan spasme otot; untuk
mereduksi, menyejajarkan dan mengimbolisasi fraktur; untuk mengurangi
deformitas; dan untuk menambah ruangan di antara kedua permukaan patahan
tulang. Traksi harus diberikan dengan arah dan besaran yang diinginkan untuk
mendapatkan efek terapeutik. Faktor – faktor yang mengganggu keefektifan
tarikan traksi harus di hilangkan.
Efek traksi yang di pasang harus di
evaluasi dengan sinar x dan mungkin diperlukan penyesuaian. Bila otot dan
jaringan lunak sudah rileks, berat yang digunakan harus diganti untuk
memperoleh gaya tarik yang diinginkan. Kadang, traksi harus dipasang dengan
arah yang lebih dari satu untuk mendapatkan garis tarikan yang diinginkan.
Dengan cara ini, bagian garis tarikan
yang diinginkan pertama berkontraksi terhadap garistarikan lainnya. Garis-garis
tarikan tersebut di kenal dengan fektor gaya. Resultan gaya tarikan yang
sebenarnya terletak diantara kedua garis tarikan tersebut.
2.2 Keuntungan dan Kerugian Traksi
a. Keuntungan
pemakaian traksi:
1.
Menurunkan nyeri spasme
2.
Mengoreksi dan mencegah deformitas
3.
Mengimobilisasi sendi yang sakit
b. Kerugian
pemakaian traksi
1. Perawatan RS
lebih lama
2. Mobilisasi
terbatas
3.
Penggunaan alat-alat lebih banyak.
Beban Traksi
1.
Dewasa = 5 – 7 Kg.
2. Anak = 1/13 x BB
2.3
Indikasi
1. Traksi
rusell digunakan pada pasien fraktur pada plato tibia.
2. Traksi buck,
indikasi yang paling sering untuk jenis traksi ini adalah untuk
mengistirahatkan sendi lutut pasca trauma sebelum lutut tersebut diperiksa dan
diperbaiki lebih lanjut.
3. Traksi
Dunlop merupakan traksi pada ektermitas atas. Traksi horizontal diberikan pada
humerus dalam posisi abduksi, dan traksi vertical diberikan pada lengan bawah
dalm posisi flexsi.
4. Traksi kulit
Bryani sering digunakan untuk merawat anak kecil yang mengalami patah tulang
paha.
5. Traksi
rangka seimbang ini terutama dipakai untuk merawat patah tulang pada korpus
pemoralis orang dewasa.
6. Traksi
90-90-90 pada fraktur tulang femur pada anak-anak usia 3 thn sampai dewasa
muda.
2.4
Tujuan Pemasangan Traksi
1)
Untuk meminimalkan spasme otot.
2)
Untuk mengurangi dan mempertahankan kesejajaran tubuh.
3)
Untuk mengimobilisasi fraktur.
4)
Untuk mengurangi deformitas.
5) Untuk menambah ruangan di antara kedua
permukaan patahan tulang.
2.5 Prinsip Perawatan Traksi
1.
Berikan tindakan kenyamanan (contoh: sering ubah
posisi, pijatan punggung) dan aktivitas terapeutik.
2.
Berikan obat sesuai indikasi contoh analgesik relaksan
otot.
3.
Berikan pemanasan lokal sesuai indikasi.
4.
Beri penguatan pada balutan awal/ pengganti sesuai
dengan indikasi, gunakan teknik aseptic dengan tepat.
5.
Pertahankan linen klien tetap kering, bebas keriput.
6.
Anjurkan klien menggunakan pakaian katun longgar.
7.
Dorong klien untuk menggunakan manajemen stress,
contoh: bimbingan imajinasi, nafas dalam.
8.
Kaji derajat imobilisasi yang dihasilkan
9.
Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan
evaluasi medik, contoh: edema, eritema
2.6 Konsekuensi
a. Dekubitus
Kulit pasien
diperiksa sesering mungkin mengenai tanda tekanan atau lecet. Perhatian khusus
diberikan pada tonjolan tulang. Perlu diberikan intervensi awal untuk
mengurangi tekanan. Perubahan posisi pasien perlu sering dilakukan dan memakai
alat pelindung kulit sangat membantu. Bila risiko kerusakan kulit sangat
tinggi, seperti pada pasien trauma ganda atau pada pasien lansia yang lemah,
perawat harus berkonsultasi dengan dokter mengenai penggunaan tempat tidur
khusus untuk membantu mencegah kerusakan kullit. Bila telah terbentuk ulkus
akibat tekanan, perawat harus berkonsultasi dengan dokter mengenai
penanganannya.
b. Kongesti
paru/pneumonia.
Paru pasien diauskultasi untuk mengetahui status
pernapasannya. Pasien diajari untuk menarik napas dalam dan batuk-batuk untuk
membantu pengembangan penuh paru-paru dan mengeluarkan skresi paru. Bila
riwayat pasien dan data dasar pengkajian menunjukkan bahwa pasien mempunyai
resiko tinggi mengalami komplikasi respirasi, perawat harus berkonsultasi
dengan dokter mengenai penggunaan terapi khusus. Bila telah terjadi masalah
respirasi, perlu diberikan terapi sesuai resep.
c. Konstipasi dan
anoreksia.
Penurunan motilitas gastrointestinal menyebabkan
anorekksia dan konnstipasi. Diet tnggi serat dan tinggi cairan dapat membantu
merangsanng motilitas gaster. Bila telah terjadi konstipasi, perawat dapat
berkonsultasi dengan dokter mengenai penanganannya, yang mungkin meliputi
pelunak tinja, laksatif, supositoria, dan enema. Untuk memmperbaiki nafsu makan
pasien, harus dicatat makanan apa yang disukai pasien dan dimasukkan dalam
program diet, sesuai kebutuhan.
d. Stasis dan
infeksi saluran kemih.
Pengosongan kandung kemih yang tak tuntas Karena
posisi pasien di tempat tidur dapat mengakibatkan stasis dan infeksi saluran
kemih. Selain itu pasien mungkin merasa bahwa menggunakan pispot di tempat
tidur kurang nyaman dan membatasi cairan masuk untuk mengurangi frekuensi
berkemih. Perawat harus memantau masukan cairan dan sifat kemih. Perawat harus
mengajar pasien untuk meminum cairan dalam jumlah yang cukup dan berkemih tiap
2 sampai 3 jam sekali. Bila pasien memperlihatkan tanda dan gejala infeksi
saluran kemih, perawat segera berkonsultasi dengan dokter mengenai penanganan
masalah ini.
e. Trombosi
vena profunda.
Stasis vena
terjadi akibat imobilitas. Perawat harus mmengajar pasien untuk malakuka
latihan tumit dan kaki dalam batas terapi traksi secara teratur sepanjang hari
untuk mencegah terjadinya trombosis vena provunda (DVT). Pasien didorong untuk
meminum air untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsenntrasi yang menyertainya,
yang akan mengakibatkan stasis. Perawat memantau pasien terhadap terjadinya
tanda DVT dan melaporkan hasil temuannya segera mungkin ke dokter untuk
evaluasi definitive dan terapi.
2.7
Jenis – Jenis Traksi
1. Traksi Kulit
Traksi kulit adalah
daya penariknya bekerja melalui jaringan lunak disekitar gabungan tulang dengan
mempergunakan perban atau sponge (seperti traktion bang), dinginkan untuk
mempertahankan lokasi yang telah dikoreksi. Jenis traksi kulit menentukan bahan
yang dipakai adalah penarikan dengan perban, penarikan sponge, penarikan
glison, dan penarikan pelvis.
Traksi kulit digunakan untuk
mengontrol spasme kulit dan memberikan imobilisasi. Bila dibutuhkan traksi yang
berat dan dalam waktu yang lama, sebaiknya menggunakan traksi skelet. Traksi
kulit terjadi akibat beban menarik tali, spon karet atau bahan kanfas yang
diletakan ke kulit. Traksi pada kulit meneruskan traksi ke struktur
muskuloskeletal. Beratnya beban yang dapat dipasang sangat terbatas, tidak
boleh melebihi toleransi kulit tidak lebih dari 2-3 kg. Traksi pelvis umumnya
4,5 – 9 kg, tergantung berat badan klien (Smeltzer, 2002).
Menurut Sjumsudihajat (1997), beban
tarikan pada traksi kulit tidak kulit tidak boleh melebihi 5 kg, karena bila
beban berlebih kulit dapat mengalami nekrosis akibat tarikan yang terjadi
karena iskemia kulit. Pada kulit yang tipis, beban yang diberikan bahkan lebih kecil lagi dan pada orang tua
tidak boleh dilakukan traksi kulit. Traksi kulit banyak dipasang pada anak-anak
karena traksi skelet pada anak dapat merusak cakram epifisis. Jadi beratnya
beban traksi kulit antara 2 – 5 kg.
Lama traksi, baik traksi kulit
maupun traksi skelet bergantung pada tujuan traksi. Traksi sementara untuk
imobilisasi biasanya hanya beberapa hari, sedangakan traksi untuk reposisi
beserta imobilisasi lamanya sesuai dengan nama terjadinya kalus fibrosa.
Setelah terjadi kalus fibrosa ektremitas diimobilisasi dengan gips. Traksi
kulit ependikuler(hanya pada ekstremitas) digunakan pada orang dewasa termasuk
traksi ekstensi Buck, traksi Russel, dan traksi Dunlop.
Traksi Buck, ekstensi Buck
(unilateral atau bilateral) adalah bentuk traksi kulit dimana tarikan pada
suatu bidang bila hanya imobilisasi parsial atau temporal yang diinginkan.
Traksi Buck digunakan untuk memberikan rasa nyaman setelah cedera pinggul
sebelum dilakukan fiksasi bedah. Sebelumnya inspeksi kulit dari adanya abrasi
dan gangguan peredaran darah. Kulit dan peredaran darah harus dalam keadaan
sehat agar dapat menoleransi traksi. Kulit harus bersih dan kering sebelum boot
spon atau pita traksi dipasang.
Traksi Russel, traksi russel dapat
digunakan untuk fraktur pada plato tibia, menyokong yang fleksi pada
penggantung dan memberikan gaya tarikan horizontal melalui traksi dan balutan
elaktis ke tungkai bawah. Bila perlu tungkai dapat di sanggah dengan bantal
agar lutut benar-benar fleksi dan menghindari dari tekanan pada tumit.
Traksi Dunlop, adalah traksi yang
digunakan pada ekstremitas atas. Traksi horizontal digunakan pada humerus dalam
posisi abduksi, dan traksi vertikal diberikan pada lengan bawah dalam posisi
fleksi. Untuk menjamin traksi kulit tetap efektif, harus dihindari adanya
lipatan dan lepasnya balutan traksi dan kontraksi harus tetap terjaga. Posisi
yang benar harus tetap dipertahankan agar tungkai atau lengan tetap dalam
posisi netral. Untuk mencegah pergerakan fragmen tulang satu sama lain, klien
dilarang memirigkan badan namun hanya boleh sedikit bergeser. Traksi kulit dapat menimbulkan masalah resiko,
seperti kerusakan kulit, tekanan saraf, dan kerusakan sirkulasi.
Traksi kulit dapat mengakibatkan
iritasi kulit. Kulit yang sensitive dan rapuh pada lansia harus diidentifikasi
pada pengkajian awal. Reaksi kulit yang berhubungan langsung dengan plester dan
spon harus dipantau ketat. Traksi kulit harus dipasang dengan kuat agar kontak
dengan plester dan spon tetap erat. Gaya geseran pada kulit harus dicegah.
Plester traksi harus dipalpasi setiap hari untuk mengetahui adanya nyeri tekan.
Pada ekstremitas bawah, tumit, dan tendo Achilles harus diinspeksi beberapa
kali sehari.
Boot spon harus diangkat untuk
melakukan inspeksi tiga kali sehari. Perlu bantuan perawat lain untuk menyangga
ekstermitas selama inspeksi. Lakukan perawatan punggung minimal tiap dua jam
untuk mencegah ulkus dekubitus. Gunakan kasur udara, busa densitas padat untuk
meminimalkan terjadinya ulkus kulit.
Lakukan perawatan ekstremitas bawah
untuk mencegah penekanan saraf proneus pada titik ketika melintasi sekitar
leher fibula tepat dibawah lutut. Tekanan itu dapat menyebabkan footdrop. Klien
ditanya tentang sensasi perabaannya, minta klien untuk menggerakkan jari dan
kakinya. Kelemahan dorsofleksi menunjukkan fungsi saraf proneus communis.
Plantar fleksi menunjukkan fungsi saraf
tibialis.
Bila traksi kulit dipasang dilengan,
daerah sekitar siku dimana saraf ulnaris berada tidak boleh dibalut terlalu
kuat. Fungsi saraf ulnaris dapat dikaji dengan abduksi aktif jari kelingking
dan sensasi rabaan pada sisi ulnar jari kelingking.
Selain resiko komplikasi kerusakan
kulit dan tekanan saraf diatas, kerusakan sirkulasi juga harus mendapat
perhatian. Setelah traksi kulit terpasang, kaki atau tangan diinspeksi dari
adanya gangguan peredaran darah dalam beberapa menit hingga 1 – 2 jam. Denyut perifer dan warna, mengisian
kapiler, serta suhu jari tangan atau jari kaki harus dikaji. Kaji adanya seri
tekan pada betis dan adanya tanda human positif yang merupakan tanda adanya
trombosis vena dalam. Anjurkan klien untuk melakukan latihan tangan dan kaki
setiap jam.
2. Traksi Skeletal
Metode ini sering digunakan untuk
menangani fraktur femur, tibia, humerus dan tulang leher. Fraksi dipasang
langsung ke tulang dengan menggunakan pin metal atau kawat (misal Steinman’s
pin, Kirchner wire) yang dimasukkan ke dalam tulang disebelah distal garis fraktur,
menghindari saraf, pembuluh darah otot, tendon, dan sendi. Tong yang dipasang
di kepala (misal Gardner Wells Tong) difraksi di kepala untuk diberikan traksi
yang mengimobilisasi.
Traksi skelet biasanya menggunakan
beban 7 – 12 kg untuk mencapai efek terapi. Beban yang di pasang biasanya harus
dapat melawan daya pemendekan akibat spasme otot yang cedera. Ketika otot
rileks, deleks, beban traksi dapat dikurangi untuk mencegah terjadinya
dislokasi garis fraktur dan untuk mencapai pnyembuhan fraktur. Mengutip
pendapat Sjamsuhidajat (1997) bahwa beban traksi untuk reposisi tulang femur
dewasa biasanya 5 – 7 kg, pada dislokasi lama panggul bias sampai 15 – 20 kg.
Kadang-kadang fraksi skelet bersifat
seimbang, yang menyokong ekstremitas terkena, memungkinkan klien dapat bergerak
sampai batas-batas tertentu, dan memungkinkan kemandirian klien maupun asupan
keperawatan, sementara traksi yang efektif tetap di pertahankan. Beban Thomas
dengan mengait pearsn sering di gunakan bersama traksi skelet pada fraktur femur. Dapat pula digunakan
dengan traksi kulit dan apparatus suspense seimbang lainnya.
Untuk mempertahankan traksi teap
efektif, pastikan tali tetap terletak dalam alur roda pada katrol, tali tidak
rusak, pemberat tetap bergantung dengan bebas, dan simpul pada tali terikat
erat. Evaluasi posisi klien, karena klien yang merosot ke bawah dapat
menyebabkan traksi tidak efektif. Beban tidak boleh diambil dari traksi skelet
kecuali jika terjadi keadaan yang membahayakan jiwa. Bila beban di ambil,
tujuan menggunakannya akan hilang dan dapat terjadi cedera.
Kesejajaran tubuh ke klien harus di
jaga agar garis tarikannya efektif. Kaki di posisikan sedemikian rupa sehingga
dapat dicegah tejadinya footdrop (platar fleksi), rotasi ke dalam (inversi).
Kaki klien harus disanggah dalam posisi netral dengan alat ortopedi.
Perlu di pasang pegangan di atas
tempat tidur, agar klien mudah untuk berpegangan. Alat itu sangat berguna untuk
membantu klien bergarak dan defekasi di tempat tidur, serta menaikkan pinggul
dari tempat tidur untuk memudahkan perawatan punggung. Lindungi tumit dan
lakukan inspeksi, karena klien sering menggunakannya sebagai penyangga,
sehingga dapat menyebabkan cedera pada jaringan tersebut. Tempat penusukan pin
(luka) perlu dikaji. Lakukan inspeksi paling sedikit tiap 8 jam dari adanya
tanda inflamasi dan bukti adanya inspeksi.
Pada klien terpasang traksi perlu
malakukan latihan, berguna untuk menjaga kekuatan dan tonus otot, serta
memperbaiki peredaran darah. Latihan dilakukan sesuai kemampuan. Latihan aktif meliputi
menarik pegangan di atas tempat tidur, fleksi dan ekstensi kaki, latihan
rentang gerak, dan menahan beban bagi sendi yang sehat.Pada ekstremitas yang
diimobilisasi, lakukan latihan isometrik. Untuk mempertahankan kekuatan otot
besar, lakukan latihan kuadrisep dan pengesetan gluteal.
Dorong klien untuk latihan fleksi
dan ekstensi prgelangan kaki dan kontraksi isometric otot-otot betis, sebanyak
10 kali setiap jam. Saat klien terjaga, dapat mengurangi resiko thrombosis vena
dalam.Dapat juga di berikan stoking elastis, alat kompresi dan terapi anti
koagulan untuk mencegah terbentuknya trombus.
Pengangkatan pin dapat dilakukan
setelah sinar-X menunjukkan terbentuknya kalus. Pin di potong sedekat mungkin
dengan kulit dan di angkat oleh dokter kemudian di pasang gibs atau bidai untuk
melindungi tulang yang sedang proses penyembuhan.
Traksi skeletal :
-
Traksi dengan tarikan langsung pada tulang
-
DP dilakukan pembedahan digunakan :
·
Reposisi : tanpa dislokasi
·
Mobilisasi yang lama
·
Alat : kawat (k-ivire) diam 0,036 – 0,0625 inci
-
Keuntungan :
·
Pemasangan mudah
·
Kerusakan jaringan sekeliling ringan
-
Kerugian :
·
Mudah berputar kalau busur kurang baik
·
Dapat memotong tulang Osteoporotik
3.
Traksi Lurus / Langsung
Traksi lurus atau langsung,
memberikan gaya tarikan dalam satu garis lurus dengan bagian tubuh berbaring di
tempat tidur. Traksi ekstensi Buck dan traksi pelvis merupakan contoh traksi
lurus.
4. Traksi
Suspensi Seimbang
Traksi suspense seimbang memberi
dukungan pada ekstremitas yang sakit di atas tempat tidur sehingga memungkinkan
mobilisasi klien sampai batas tertentu tanpa terputusnya garis tarikan.
5. Traksi Manual
Traksi manual adalah traksi dapat
dipasang dengan tangan , dan merupakan traksi sementara yang bias digunakan
pada saat pemasangan gips.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Traksi adalah suatu tindakan untuk memindahkan
tulang yang patah / dislokasi ke tempat yang normal kembali dengan menggunakan
daya tarik tertentu atau dengan kata lain suatu pemasangan gaya tarikan pada
bagian tubuh, yang diindikasikan pada pasien dengan fraktur dan atau dislokasi.
Tujuan
dari pemasangan traksi pada klien yang mengalami gangguan muskuloskeletal
adalah mobilisasi
tulang belakang servikal, reduksi dislokasi / subluksasi, distraksi interforamina
vertebrae, mengurangi deformitas, dan mengurangi rasa nyeri.\
Prinsip traksi efektif adalah
sebagai berikut : Traksi skelet tidak boleh putus, Beban tidak boleh diambil
kecuali bila traksi dimaksudkan intermiten, Tubuh klien harus dalam keadaan sejajarr
dengan pusat tempat tidur ketika traksi dipasang, Tali tidak boleh putus, Beban
harus tergantung bebas dan tidak boleh terletak pada tempat tidur atau lantai,
dan Simpul pada tali atau telapak kaki tidak boleh menyentuh katrol atau kaki
tempat tidur.
3.2 Saran
Sebagai
mahasiswa keperawatan kita harus mengetahui tentang Traksi, hal ini ditujukan
apabila mahasiswa menemukan kasus Traksi di lingkungannya, agar mahasiswa dapat
melakukan penanganan pada klien dengan Traksi. Selain itu, rencana asuhan
keperawatan pada klien dengan Traksi sangat penting dipelajari mahasiswa agar
mahasiswa dapat membuat rencana asuhan keperawatan tentang Traksi dan merawat
klien jika berhadapan langsung pada klien dengan Traksi.
DAFTAR PUSTAKA
______. 2010. Asuhan Keperawatan
klien dengan Traksi. http://www.scribd.com.
Diakses tanggal 21 Agustus 2014
Lukman dan Ningsih, Nurna. 2009. Asuhan
Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta :
Salemba Medika.
Smeltzer, Suzanne C.2001.Keperawatan
Medikal Bedah Brunner & Suddarth .Jakarta: EGC.
0 komentar:
Posting Komentar